Bagaikan tali...

Menurut Rasulullah saw (dalam hadis riwayat Al-Bazar dan Ath-thabrani), Al-Qurãn itu ibarat tali, yang satu ujungnya di tangan kita dan ujung lainnya di 'tangan' Allah. Dengan kata lain, Al-Qurãn adalah alat komunikasi kita dengan Allah. Bahkan saya sering mengatakan bahwa Al-Qurãn adalah satu-satunya wakil Allah di bumi.

عن جبير ابن مطعم رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم
أبشروا فإنّ هذا القرآن طرفه بيدالله وطرفه بيدكم فتمسّكوابه فإنكم لم
تهلكوا ولا تضلّوا بعد أبدا (البزر والطبرنى)


Thursday, December 3, 2009

Al-Ghaib dan asy-syahãdah



Al-Quran sebagai ilmu, juga mempunyai aspek teoritis yang disebut al-ghaibu (ghaib) dan aspek praktis, yang disebut asy-syahãdah (syahadah).

Persamaan kata al-ghaib antara lain adalah as-sirr, al-mustatir, al-bãthin, dll. Dalam konteks ilmu, al-ghaib adalah al-ma’nawiyy (المعنويّ)

Al-ghaib bukanlah sesuatu yang tidak ada, tapi ia adalah “sesuatu yang tidak teraba dan tidak terlihat”, karena terdapat di tempat yang jauh (بعُد عنه و باينهُ) dan/atau tersembunyi, atau karena ia adalah sebuah pemikiran atau gagasan (idea), sesuatu yang hanya bersifat makna (maknawi).

Kebalikan dari al-ghaib adalah asy-syahãdah. Dalam definisi kamus Al-Munjid, asy-syahãdah adalah عالَم الاكوان الظاهرة ويقابله عالَم الغيب(segala alam [benda] yang nampak, sebagai kebalikan dari alam gaib).

Dalam konteks ilmu dan manusia yang mempelajarinya, asy-syahãdah adalah proses atau praktik penjelamaan al-ghaib (ilmu, teori) menjadi sesuatu yang kasat mata alias musyãhad (مشاهَد ), alias kenyataan.

Sesuatu yang kasat (terlihat) mata itu bisa berupa bangunan fisik, yang dalam bahasa Arab disebut binã’un (بناء) atau bun-yãnun (بنيان). Tapi bila merujuk kata Nabi: buniya-l-Islãmu ‘ala khamsin (بُني الإسلام على خمس), dan kata Allah dalam surat Ash-Shaff: إنّ الله يحب الذين يقاتلون فى سبيل الله صفا كأنهم بنيان مرصوص , maka binã’un (بناء) atau bun-yãnun (بنيان) itu juga mencakup bangunan non-fisik, yakni seperti lembaga atau organisasi.

Lebih konkret, al-ghaib itu dalam Al-Quran juga disebut dengan istilah ãyãt (آيات), yaitu ayat qauliyah (= firman), yang kini tertulis dalam mushhaf. Pasangannya adalah liqã’ihi (لقائه), yakni perwujudannya. Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah ayat-ayat berikut ini:

- قل هل نُنبّئُكم بالأخسرين أعمالا - الذين ضلّ سَعيُهم فى الحيوة الدنيا و هم يحسبون أنهم يُحسنون صُنعا - ألائك الذين كفروا بآيات ربهم و لقائه فحبِطت أعمالُهم فلا يقيم لهم يوم القيامة وزنا - ذالك جزاؤهم جهنّمُ بما كفروا واتّخذوا آياتى ورسلى هُزُوا - إنّ الذين آمنوا وعملواالصالحات كانت لهم جناتُ الفردوس نُزلا. (الكهف: 103-107)

Tawarkan kepada mereka (Yahudi), “Maukah kalian kami beritahu tentang orang-orang yang bangkrut karena perilaku mereka?”
Mereka adalah orang-orang yang dalam hidup di dunia ini bertindak menyimpang (dari ajaran Allah), tapi mereka beranggapan bahwa mereka sedang membangun (ajaran Allah) dengan sebaik-baiknya.

Mereka mengingkari ayat-ayat (konsep) Allah dan perwu-judannya. Maka putuslah segala usaha mereka (tidak ‘nyambung’ dengan harapan), sehingga ketiba tiba saat tegaknya ajaran Allah (yaumul-qiyamah), mereka tak layak dipertimbangkan.

Jahanamlah ganjaran yang layak bagi mereka, karena mereka memperlakukan ayat-ayatku yang disampaikan para rasulku sebagai permainan.

Sedangkan bagi para mu’min yang berbuat tepat (sesuai petunjuk Allah), tersedia jannatul-firdaus sebagai tempat tinggal. (Al-Kahfi/18: 103-107)

Di sini ditegaskan bahwa آيات dan لقائه (pada ayat-ayat lain لقاءنا dan sebagainya) adalah dua aspek yang tak terpisahkan. Satu segi, ãyãt (harfiah berarti tanda, alamat, gambaran) adalah ibarat bayangan benda dalam cermin; sedangkan liqã’ihi adalah benda yang sebenarnya. Bagi para mu’min, ‘bayangan benda’ itu terlihat nyata melalui aspek metode dan sistematika ilmu (Al-Quran), dan bendanya terlihat nyata melalui aspek analitika dan obyektivita. Sementara mereka yang kafir melakukan dua tindakan bodoh, yaitu berusaha mengaburkan cermin (merusak metode dan sistematika ilmu), dan menyingkirkan bendanya itu sendiri (membuat ilmu tak kenal analitika dan obyektivita).

Ini juga merupakan ungkapan bagi kaum idealis (Platonis), yang lebih menyukai gagasan yang tidak ‘nyambung’ dengan kenyataan. Karena berkhayal adalah kegemaran mereka.

No comments:

Post a Comment

Followers