Bagaikan tali...

Menurut Rasulullah saw (dalam hadis riwayat Al-Bazar dan Ath-thabrani), Al-Qurãn itu ibarat tali, yang satu ujungnya di tangan kita dan ujung lainnya di 'tangan' Allah. Dengan kata lain, Al-Qurãn adalah alat komunikasi kita dengan Allah. Bahkan saya sering mengatakan bahwa Al-Qurãn adalah satu-satunya wakil Allah di bumi.

عن جبير ابن مطعم رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم
أبشروا فإنّ هذا القرآن طرفه بيدالله وطرفه بيدكم فتمسّكوابه فإنكم لم
تهلكوا ولا تضلّوا بعد أبدا (البزر والطبرنى)


Wednesday, December 2, 2009

Studi Al-Qurãn


Apa Yang Saya Maksud Dengan Studi Al-Qurãn?

Studi jelas diambil dari bahasa Inggris, study, dan saya memahaminya sebagai "kegiatan mempelajari sesuatu dari A sampai Z".

Jadi, yang saya maksud dengan "studi Al-Qurãn" adalah mempelajari Al-Qurãn dari A (awal) sampai Z (akhir; selesai).

Sebagai perbandingan, sebut saja Arnold Joseph Toynbee (April 14, 1889 – October 22, 1975), sejarahwan Inggris yang menulis 12 jilib buku sejarah dunia, dan memberinya judul A Study of History (Sebuah Studi Sejarah), untuk menegaskan bahwa buku yang ditulisnya itu adalah sebuah hasil studi.

Mungkin anda bertanya sekarang ini studi saya sudah sampai di mana?
Jawabananya adalah: masih di titik A.

Saya memang sudah 'mengaji' sejak 20-an tahun lalu. Tapi hanya mengaji dalam pengertian belajar agama seperti kebanyakan orang. Ikut majlis ta'lim. Diskusi. Ngobrol. Membaca berbagai tulisan tentang agama.

Sampai sejauh itu, saya belum merasa telah benar-benar melakukan kegiatan yang layak disebut sebagai studi Al-Qurãn, dalam arti menempatkan teks Al-Qurãn sebagai bahan kajian.

Hal itu cukup menggelisahkan.

Saya merasa sebagai muslim. Tapi saya belum mengkaji kitab yang saya akui sebagai pedoman hidup saya.

Bagaimana mungkin Al-Qurãn bisa menjadi pedoman hidup bila saya belum pernah berusaha untuk mengenalnya sebaik-baiknya, sehingga saya bisa benar-benar beriman? Pertanyaan itu timbul setelah saya merenungkan surat Al-Baqarah ayat 121:

"Mereka yang ketika Kami datangkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qurãn), (lalu) mereka terus mempelajarinya dengan sebenar-benarnya, mereka itulah yang (pasti) akan beriman dengannya..."

Jadi, saya pikir, bagaimana mungkin saya mengaku bahwa saya "telah beriman", padahal saya belum pernah "mempelajari Al-Qurãn dengan sebenar-benarnya"?

No comments:

Post a Comment

Followers